26 November 2010

Pindah Kerja Tanpa Gegabah

Tahun baru, segepok resolusi. Ada yang berharap, tahun ini harus dapat promosi. Ada yang "sekedar" memimpikan kenaikan gaji. Namun, tak sedikit juga yang bertekad untuk pindah kerja! Boleh-boleh saja. Lebih-lebih, bagi yang merasa sudah "mentok" di perusahaan mereka yang sekarang, pindah ke perusahaan lain barangkali bisa menjadi awal untuk meningkatkan karier sesuai cita-cita.

Namun, jangan lupa, pindah kerja juga ada etikanya. Konon, watak sejati seorang pekerja atau profesional tidak hanya bisa dilihat dari perilakunya ketika datang pertama kali ke sebuah kantor untuk melamar pekerjaan. Melainkan, juga bisa dilihat bagaimana yang bersangkutan ketika mau resign. Seorang karyawan yang memiliki integritas akan mengundurkan diri dengan cara sebaik-baiknya. Ibarat kata, datang tampak muka, pergi tampak punggung.

Gegabah
Hal-hal paling mendasar yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan ketika hendak mengundurkan diri mungkin sudah sering Anda dengar atau baca. Misalnya, mengajukan surat pengunduran diri dengan sopan minimal sebulan sebelum tanggal keluar; mengembalikan barang-barang milik kantor dalam keadaan baik; mendatangi teman-teman untuk pamitan; melunasi utang-utang uang maupun pekerjaan sampai tuntas; mengucapkan terimakasih dengan hangat.

Semuanya itu begitu sederhana, namun pada kenyataannya tak sesederhana itu ketika tiba saat untuk mempraktikkannya. Yang banyak terjadi justru kebalikannya, orang cenderung memperlihatkan sikap yang tinggi hati
begitu mendapat pekerjaan baru, sehingga kemudian meninggalkan kantor lama dengan gegabah. Misalnya, berjalan keluar dari kantor pada hari terakhir dengan dada membusung kepala mendongak dan membanting pintu; pamit dengan teman kantor dan atasan dianggap tak seberapa perlu; utang pekerjaan tidak dituntaskan, juga tidak dititipkan --apalagi utang duit. Bahkan, ada yang mencuri barang properti kantor yang serasa sudah jadi milik sendiri.

Ada juga orang yang pada hari-hari terakhirnya ogah-ogahan bekerja sambil terus saja gembar-gembor sana-sini bahwa ia mendapat gaji 5 kali lipat di tempat baru. Atau, mengambil cuti beberapa minggu sebelum pindah, padahal dia sudah masuk kantor baru --semua itu cuma akal-akalan supaya dia masih dapat gaji dan uang transportasi dari perusahaan yang kan ditinggalkannya. Ironisnya, dia menunggu semua itu sambil menjelek-njelekkan bosnya dengan pikiran, ah sebentar lagi mau pindah ini, nggak bakal ketemu lagi ini!

Dunia Sempit
Satu hal yang perlu diingat oleh orang yang hendak resign, jangan congkak dan tinggi hati. Dunia ini sempit. Jangan meninggalkan permusuhan dengan bos maupun rekan sekerja di kantor lama. Bukan hal yang mustahil bahwa suatu saat kelak, kita akan bertemu lagi dengan mereka, sebagai bos ataupun teman sekerja. Di samping itu, kita juga mungkin suatu saat masih membutuhkan bantuan mereka, misalnya meminta surat rekomendasi untuk melamar kerja di tempat yang lain lagi, atau untuk mengajukan beasiswa. Beranikah kita datang ke kantor lama menghadap bekas bos --dan bertemu lagi dengan teman-teman lama-- yang sudah kita jelek-jelekkan?

Sekali lagi, dunia sempit. Reputasi seseorang bisa menyebar dengan luas di luar dugaan. Seorang karyawan yang keluar dari satu perusahaan dan pindah ke perusahaan lain dengan baik-baik niscaya reputasi profesionalnya akan terus terjaga dan sampai ke telinga calon bos-bos atau calon teman-teman baru.

Seorang supervisor yang biasa menginterview calon karyawan bersama pimpinan HRD di perusahananya menceritakan pengalamannya. "Setiap mendengar calon karyawan menjelek-jelekkan bekas bos dan perusahaannya, kami saling berpandangan dan mengangkat alis, isyarat bahwa kami tidak akan menerima dia, betapa pun cemerlangnya hasil tes dia di tahap rekruitmen sebelumnya. Interview segera ditutup dan kami menginterview calon karyawan berikutnya."

sumber : portalhr

07 Mei 2010

Efisiensi..

Perusahaan mana yang tidak akrab dengan kata efisiensi. Kata tersebut kerap kali menjadi satu senjata terhebat sepanjang perjalanan bisnis suatu perusahaan. Efisiensi sering kali dihubungkan dengan perampingan bisnis perusahaan atau malah perampingan anggaran perusahaan di setiap pos pengeluaran.

Kali ini, efisiensi yang terjadi, adalah perampingan komposisi sumber daya manusia a.k.a pengurangan jumlah karyawan dengan jalan yang "tidak merugikan" perusahaan. Jalan yang akan ditempuh adalah dengan meliburkan / merumahkan beberapa karyawan untuk jangka waktu tertentu, biasanya, perusahaan akan memberikan waktu selama 6 (enam) bulan. Apa sebenarnya yang ingin dituju oleh perusahaan? tidak lain adalah pengurangan beban biaya tetap (
fixed cost) sehingga dampak efisiensi akan lebih nyata.

Apa dampak bagi karyawan yang terkena program efisiensi tersebut?. Bagi mereka, hanya ada dua pilihan yakni menerima keputusan perusahaan atau mengundurkan diri. Apa konsekuensi dari dua pilihan tersebut?. Pertama, bila karyawan menerima keputusan perusahaan maka mereka akan diliburkan tanpa diberi upah (
unpaid leave) selama paling lama 6 (enam) bulan ke depan. Kedua, bila karyawan mengundurkan diri maka mereka akan mendapatkan hak - hak mereka sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Menurut pendapat beberapa rekan HR yang saya kenal, tindakan merumahkan karyawan tersebut dapat dilakukan bila perusahaan sudah benar - benar "kepayahan" dengan tujuan agar tidak terjadi PHK massal dan tutupnya perusahaan. Intinya, penyelamatan organisasi.

Bagaimana bila karyawan bertanya : "..mengapa saya yang dirumahkan?..". Sebenarnya, kriteria khusus akan bergantung sekali dari kebijakan para petinggi perusahaan. Belum pernah ditemui kriteria baku untuk karyawan yang akan dirumahkan, kecuali kriteria - kriteria umum seperti karyawan status kontrak, nilai
performance appraisal, usia produktif dan indikator kedisiplinan kerja.

Berikutnya, apa dampak kepada perusahaan bila program ini dilaksanakan?. Pertama, beban biaya perusahaan sudah tentu akan menurun dengan cukup signifikan. Kedua, beban biaya operasional seperti listrik, akan menurun pula dan sebenarnya banyak yang tidak menyadari bahwa dampak kepada beban operasional perusahaan, di luar upah, ternyata ada dan signifikan!. Ketiga, dampak buruknya, akan terjadi gejolak kecil atau "gangguan" terhadap motivasi kerja karyawan dan ini merupakan konsekuensi mutlak.

Akhir kata, sebenarnya tindakan efisiensi dapat saja dilakukan selama seluruh karyawan menerimanya. Kebijakan tersebut sudah pasti tidak populer dan bahkan cenderung akan dijauhi oleh para karyawan dan bahkan tidak menutup kemungkinan para karyawan akan keluar dari perusahaan. Namun apabila perusahaan dan manajemen telah siap menerima akibat dari kebijakan tersebut maka tidak akan menjadi permasalahan berarti.







25 Februari 2010

Weird Long Weekend..

Kebetulan saya bersama rekan kerja saya sedang melakukan investigasi atas tindakan pelanggaran administrasi a.k.a pemalsuan dokumen perusahaan. Kalau dilihat dari segi hukumnya, UU No.13 Tahun 2003 Pasal 158 ayat 1 butir b, maka pelaku dapat diputus hubungan kerjanya a.k.a PHK sepihak oleh perusahaan.

Apa yang menarik dari proses investigasi ini?. Semua tersangka mengaku bahwa dokumen yang dipalsukan tersebut berasal dari satu orang dan kebetulan yang dimaksud merupakan karyawan lama di perusahaan saya. Lebih menarik lagi, sudah melibatkan pihak luar non perusahaan untuk (mungkin saja) melakukan intimidasi atas para tersangka yang sudah kami wawancarai. Ini benar - benar menggelikan, menurut saya, bila yang disangka / diduga melakukan pemalsuan tersebut tidak bersalah mengapa harus bersikap ketakutan hingga melibatkan pihak luar?.

Manusia perlu belajar mengenai tanggungjawab dan konsekuensi atas setiap tindakannya bukan mempertahankan perilaku buruknya. Dampak yang terjadi akan lebih kompleks lagi bila pihak luar tersebut melakukan tindakan tidak menyenangkan dan merugikan orang / karyawan atau aset perusahaan yang ada. Tuntutan secara hukum akan dilakukan untuk merespon atas dampak yang terjadi.

Kita akan lihat pada hari Senin, apa yang telah terjadi. Happy Long Weekend!.


21 Maret 2009

Should You Act Arrogantly When You Quit?

Baru hari ini saya aktif kembali bekerja setelah 7 hari saya harus beristirahat karena penyakit lama saya kambuh. Banyak kabar dan isu yang berhembus di kantor, salah satut isunya adalah teman baik saya mengundurkan diri secara resmi di akhir bulan ini.

Mengapa mengundurkan diri padahal dia sudah menempati posisi yang bagus sebagai Manager dan he just quit. Dia mengundurkan diri tetapi belum mendapatkan tempat kerja yang baru, sounds stupid. Ini yang ingin saya pikirkan..mengundurkan diri tetapi belum mendapatkan tempat kerja yang baru. Dia berkata jujur, kelihatannya, bahwa ia keluar karena sudah tidak kuat menahan tekanan dan gaya kepemimpinan owner di sini. Pengelolaan perusahaan keluarga yang tidak sistematis, boros dan tidak tegas membuat dirinya sudah tidak kuat berada di tengah - tengah perusahaan ini.

Singkat kata, saya menyayangkan keputusan teman saya untuk keluar tanpa ada rencana cadangan terlebih dahulu karena mencari pekerjaan itu tidaklah mudah. Teman saya bercerita bahwa ia akan membuka usaha untuk sementara waktu sampai dapat memutuskan kemana jalan cerita hidup dia nanti. Ada hal lain yang saya sayangkan, yaitu ia mengumbar kebencian dan keburukan perusahaan lamanya. Hey..tidak perlu melakukan hal itu apabila memang kita merasa kecewa atas partisipasi kita di suatu lapangan pekerjaan. Tindakan mengumbar kebencian dan keburukan tidak akan merubah sesuatu apa pun, hanya perasaan puas tetapi tidak man enough saja.

Tidak perlu lantas bersikap arogan dan puas sudah keluar dari perusahaan lamanya lalu sedikit menceramahi saya untuk tidak membuang - buang waktu dan sebagainya. Setiap orang punya perhitungan dan strategi masing - masing terlebih lagi setiap orang punya kadar tanggungjawab yang berbeda - beda atas hidupnya.

Saya hanya ingin mengatakan : "tidak pernah ada gunanya apabila kita mengumbar semua kekesalan kita ketika kita sudah tidak berada di sana, lebih fair apabila kita mengumbar semua kekesalan kita pada saat kita masih berada di sana".

Saya ucapkan sukses untuk teman saya dan bersikap bijak bahwa di tempat lama banyak pelajaran dan pengalaman yang membuat dia semakin kuat.

Good Bye My Friend!


14 Maret 2009

Mari Berkendara dengan Santun...

Ternyata cukup melelahkan juga beberapa tulisan terakhir menggunakan bahasa si Obama, untuk kali ini saja saya ingin menggunakan bahasa emak pertiwi saja. Jika kita sering bepergian menggunakan kendaraan pribadi (roda 2 atau 4), pernah gak memperhatikan perilaku mengemudi masyarakat Jakarta? dan pernahkah membandingkannya dengan perilaku mengemudi masyarakat Bekasi?.

Oke?terus terang saja saya pernah.Mengapa?kebetulan domisili saya sekarang di Bekasi dan kebetulan pula rumah orang tua saya di Jakarta dan kebetulan (lagi) hampir dua minggu sekali saya mengunjungi beliau bersama istri dan (calon) anak kami.

Perilaku pengemudi roda empat di Jakarta masih lebih santun karena dalam setiap peristiwa kemacetan, kepadatan lalu lintas mereka masih berkenan memberikan ruang kosong agar kemacetan, kepadatan lalu lintas terurai secara perlahan. Mereka masih "menghormati" keberadaan lampu pengatur lalu lintas, warna merah ya berhenti, kuning ya injak gas dalam - dalam dan hijau ya jalan secepat - cepatnya.

Hal menarik lainnya adalah, para pengemudi roda empat di Jakarta lebih rapi dalam hal antri kemacetan. Kejadian saling mendahului adalah hal biasa, tetapi saya menilai lebih rapi..kalau boleh mengutip perkataan teman saya : "..main cantik...".

Oke, kini ke pengendara roda dua. Terus terang saja, saya juga mengendarai kendaraan roda dua tua dan kini menjadi alat transportasi pengais rejeki di Bekasi sehingga saya mengerti bagaimana perilaku pengendara roda dua di dua daerah yang berbeda ini...lha wong persis di depan mata kok.

Pengendara roda dua di Jakarta ini yang rada ringsek perilakunya. Penghargaan atas nyawa (baca: keselamatan diri) sudah sangat jarang saya temui. Kasus yang paling sering terlihat di depan mata saya adalah dalam hal mendahului kendaraan roda empat di depannya. Kerapkali saya melihat beberapa pengendara kendaraan roda dua hampir celaka karena mendahului mobil dari kiri, padahal mobil di depannya sudah belok ke kiri (lampu sein menyala) tetapi pengendara roda dua tetap nekat. Hasilnya? mobil berhenti mendadak dan terseruduk oleh kendaraan di belakangnya. Pengendara roda dua semakin bergerak kencang (merasa seperti pembalap GP 500 mungkin ya?) meninggalkan insiden tersebut dengan rasa tanpa bersalah. Kasus ini paling sering saya perhatikan.

Ada yang menggelikan ketika saya memperhatikan perilaku pengendara roda dua yang kebetulan sedang konvoi (atas nama organisasi / perkumpulan tertentu) di beberapa ruas jalan menuju tempat wisata. Mereka berperilaku seperti yang punya jalanan, berpakaian serba hitam, serba kulit, dan serba galak jika memberhentikan kendaraan lain agar kelompoknya dapat ngebut dengan bebas tanpa hambatan (serasa di jalan tol). Tidak ada yang dapat mengeluh atau memberitahu mereka bahwa tindakan mereka merugikan pengguna jalan raya lainnya, toh para pengguna jalan juga sama - sama membayar pajak kan?artinya sama - sama dapat menggunakan jalan raya dengan adil.

Kembali ke laptop...

Saya ingin membandingkan perilaku pengendara roda dua dan empat di dua daerah berbeda, Jakarta dan Bekasi. Saya sudah menceritakan sedikit mengenai perilaku pengendara di Jakarta kini, the moment of truth, giliran pengendara di Bekasi yang ingin saya ceritakan.

Secara garis besar : "..menyedihkan.."

Pengendara roda empat dan dua sama - sama lebih suka adu otot alias tidak ada yang mau mengalah. Di daerah Rawa Panjang misalnya, semua pengendara lebih suka menginjak gas dalam - dalam daripada harus pusing memperhatikan lampu pengatur lalu lintas. Merah jalan, Kuning jalan, Hijau jalan...tidak ada perbedaan makna di setiap warna lampu tersebut...menyedihkan.

Teman saya pernah berujar kepada saya, kebetulan beliau adalah pengamat sosial di salah satu universitas terkemuka di Jakarta, tingkat pendidikan dan intelegensi suatu masyarakat dapat dilihat secara sederhana melalui perilaku mereka dalam berkendara di jalan raya. Amati mulai dari menggunakan alat keselamatan (helm, sabuk pengaman) hingga bagaimana cara mereka berkendara (berbelok, berhenti, parkir).

Apakah sesederhana itu? ternyata teman saya bilang ya. Bagaimana mereka menghormati dan menghargai aturan lalu lintas adalah salah satu bentuk kedisiplinan, komitmen mereka atas keselamatan, tingkat pemahaman dan rasa memiliki yang tinggi. Semakin menyedihkan suatu masyarakat berkendara ya bisa dikatakan bahwa masyarakat itu kurang pintar.

Well???...saran saya adalah "mari berkendara dengan santun, hargai pengguna jalan, hargai keselamatan diri dan pengguna jalan lain, hormati pengendara lain dan disiplin dalam berkendara!". Ini bukan kampanye yang selalu menebar prosa - prosa indah tapi ini realita bung!.



26 Februari 2009

Horrible Management Review Meeting

It's been 2 years i worked here and nothing change. Company's performance still declining, products and works quality still the same and work attitude still a worst thing as far as i can remember. In the last 5 months, i participate in a group discussion on internet about governing a company and quality management system. Out there, lots of management techniques that i believe could provide a best way how to enhance the management performance.

Last January i organize a Management Review Meeting and i was delivering the presentation. I open all of the defects, all of the bad, all of the worst quality and the opportunity for improvements. Overall...it was very disappointing.

I was hoping that all of the Directors could attend and see what they are missing in managing their own company but instead only the President Director coming. I appreciate for what his doing and for what his spirit to keep this company's running. After i deliver the presentation, sadly, he only focusing on Internal Audit Non Conformance findings and not the Production Performance which was i explain it too.

It was horrible, i was hoping that he could make a decision for us instead he wrote : "TO BE NOTICED" only....



05 November 2008

It's a Shame

Today i was attending the International Conference for Assessor / Auditor at Borobudur Hotel Jakarta. According to the invitation, the event will start at 08:00 AM and i tried to arrive before that time. Precisely 07:31 AM i arrived at Flores Ballroom and i was shock because they did not even ready yet. The decorative welcome gate was not set up properly and the registration desks were not set up too.

I said to myself : "are these people giving their attention to this event seriously or not?". I just standing there and watching the event committee preparing the desks, the goody bags, the identification tag and the booklets. This is an International event and they manage it in an amateur way. It is the first shame.

08:20 AM the Master of Ceremony calling the delegates to be seated because the event was getting started. I just realize that the Conference loaded with research papers presentation by various researchers and keynote speakers (from India, Thailand, Indonesia and Europe). That was a big surprise for me because i do like listening to a research presentations.

First speaker was from India. His expertise as the important member of Quality Council of India told us that the from all of the ISO 9001:2000 clauses there were only two clauses that become less of the attention from some Certification Bodies. He present his research paper very good and gave me a wider perspective about Quality Management System. I admire him for what has he done.

Second speaker was from Indonesia. He is the Secretary General of *** . He have the doctoral title and at first i was excited to hear from an expert especially with the highest academic title. I always assumed that the higher someone's education the more critically their way of think. But in that day...i was wrong. Why? i will tell you why in my next paragraph.

He talked about Conformity Assessment and the Globalization (which is an interesting topic). But i was dissapointed. His english was not very good, especially he's a doctor. All i heard he was babbling, stuttering and using a massively wrong grammar like : "free trade will be fair trade if the compete is good" that is one of my example. I know and i understand that even my english is not very good at all but i found that his english is totally broken. He keep using word "increase" to explain about progress, development and programs like : "i want to ask all of you to increase the knowledge to auditors and increase the compete of auditor so that we can increase the compete and increase the way of auditors audit". What the hell???.

At first he talk about Globalization and then Free Trade but in the end he ask us to increase our knowledge in auditing and hopefully increase our way? what way? all of the people inside that ballrom were auditors! they know what they should do!. There were so many unrelevance theme in his speech. I sat on table number 11 there were 7 auditors with me they just smile and keep saying : "i can't understand what he said" , "what is he trying to say?" or "he should learn english more". Funny comments from them and i agree with what they said. The speaker, doctor speaker, must learn and try to become used to reading and speaking english more.

With all do respect sir...your english was damagely broken and i could not understand with any single word you say. All i hear is only : "increase". I know i have an average score of TOEFL but honestly, i can speak english better than him!. This is the biggest shame of this event. I was curious to see the foreign speaker faces when they listening to his presentation and one of them (i think from Europe) keep holding his chin, raising his eyebrows and looking around...signs of ignoring something or maybe signs of hardly to understand something.

With all do respect sir...as the Secretary General of *** you should have to speak english very fluently because you have a big responsibility in bridging between Indonesia's QMS interests and the other countries standard.

It is a SHAME

Does How You Dress and Look Impact Your Career? Sadly, Yes

Ada artikel bagus tentang istilah : DRESS FOR SUCCESS.. : Years ago I worked on the shop floor of a manufacturing plant. I had worked my w...