16 November 2006

Terorisme, Ideologi atau Psikologi

Judul blog di atas merupakan tema utama dari acara public corner milik Metro TV. Acara tersebut tayang pukul 15:00 WIB. Bagi saya tema tersebut sangat menarik karena terorisme selalu menjadi alasan utama negara - negara Barat untuk memperkuat diri mereka.

Sekilas saya melihat dua narasumber yaitu, seorang Guru Besar di salah satu Universitas di Jakarta dan seorang lainnya merupakan dosen di sebuah Universitas di Aceh. Hal ini jelas membuat saya sedikit heran, mengapa narasumber dari yang dihadirkan Metro TV seperti itu?. Saya berpikir mengapa bukan seorang pakar psikologi, kemiliteran, sosiologi atau bahkan seorang intelijen?. Okelah, awalnya saya bisa menerimanya karena kedua narasumber tersebut merupakan orang - orang akademik.

20 menit saya menyaksikan siaran tersebut, saya sudah mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kedua narasumber memberikan penjelasan, yang menurut saya, sangat tidak terarah dan bodoh. Ketika host acara tersebut bertanya mengenai kasus bom di Mal Kramat Jati, sang Guru Besar hanya menjawab : "itu hanya murni orang sakit jiwa". Eh? hanya segitu kualitas intelektual beliau?. Saya mengharapkan ada penjelasan ilmiah secara sosial, kejiwaan atau apapun bentuknya dengan jelas, bukan sekedar "itu hanya murni orang sakit jiwa".

10 menit kemudian, kedua narasumber semakin tidak beres. Sang dosen mengungkapkan bahwa teroris dapat ditanggulangi dengan jalan mengadakan negosiasi, gencatan senjata dan komunikasi. Ini pernyataan yang sangat bodoh. Alasan saya adalah, terorisme merupakan satu bentuk ancaman keamanan baru. Terorisme tidak memiliki bentuk nyata seperti halnya sebuah negara dan sifatnya hanya berkelompok. Kalau saya mengaitkan dengan pernyataan sang dosen, bagaimana kita dapat melakukan negosiasi, gencatan senjata, dan komunikasi?

Al-Qaeda yang dicap oleh dunia sebagai organisasi teroris terbesar utama saja, dalam melakukan komunikasi hanya melalui rekaman video yang kemudian mereka kirim agar dapat tersiar di stasiun - stasiun televisi. Saya sama sekali tidak pernah menyaksikan, melalui siaran berita, Osama bin Laden bertatap muka dengan pejabat negara untuk melakukan negosiasi. BODOH BUKAN?

Kejadian yang paling aneh lagi adalah, sang Guru Besar justru sepakat atas pernyataan sang dosen. Saya lantas berpikir, dari mana beliau mendapatkan gelar Guru Besar...

Ketika host mengajukan sebuah pertanyaan apakah terorisme merupakan ideologi atau psikologi, sang Guru Besar malah memaparkan tesis Samuel Huntington (Clash of Civilization). Beliau dengan penuh rasa percaya diri mengungkapkan bahwa terorisme muncul setelah Perang Dingin bla...bla...bla. Hell! pertanyaan host sama sekali tidak beliau jawab, dan ketika pada akhir acara sang Guru Besar ini menutupnya dengan kesimpulan bahwa manusia itu berperilaku diatur oleh keyakinannya dengan demikian terorisme merupakan gejala psikologis. Maaf pak Guru Besar, kesimpulan dangkal seperti itu bisa juga dilakukan oleh siswa SMA, anda itu Guru Besar yang semestinya bisa lebih cermat melakukan analisa.

Setelah saya menyaksikan acara tersebut, saya heran harus bagaimana bersikap. Apakah saya harus tertawa atau justru geleng-geleng kepala?. Akhirnya saya memilih untuk tertawa saja, dan berharap Metro TV untuk acara - acara selanjutnya lebih cermat dalam memilih narasumber.

Pesan saya untuk sang Dosen dan Guru Besar, semoga anda berdua dapat lebih belajar dan mencermati lebih dalam mengenai situasi internasional, konsep terorisme, dan konsep psikologis manusia.

Ampun...andai saya menjadi mahasiswa bapak - bapak sekalian, saya akan sangat kecewa.

Tidak ada komentar:

Does How You Dress and Look Impact Your Career? Sadly, Yes

Ada artikel bagus tentang istilah : DRESS FOR SUCCESS.. : Years ago I worked on the shop floor of a manufacturing plant. I had worked my w...