22 Maret 2007

Perjalanan Baru

Terhitung sejak 13 Maret 2007, saya menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan Manufaktur. Sebelumnya, saya hanya sibuk mencari lowongan pekerjaan dan berusaha untuk membuka peluang pekerjaan sendiri. Sebenarnya, saya sudah sangat lama mengirimkan surat lamaran ke perusahaan ini. Sekitar bulan Februari, saya memang pernah mendapat panggilan untuk melakukan tes psikologi dan wawancara. Awalnya saya hanya berfikir bahwa semua akan berlalu seperti yang pernah saya alami, yaitu tidak akan mendapatkan panggilan bekerja.

Tidak pernah bosan saya selalu mendengar nasihat dari orang tua, teman dan saudara bahwa
"..jika jodoh maka tidak akan lari kemana - mana..". Kalimat itu selalu saya dengar ketika saya bercerita mengenai betapa sulitnya mendapatkan sebuah pekerjaan. Saya harus berkompetisi dengan 14 juta pengangguran di seluruh Indonesia (data ini saya peroleh dari hasil browsing saya di sebuah website berita).

Kini setelah saya berhasil mendapatkan pekerjaan, kekhawatiran saya tentang menganggurnya saya telah terjawab. Terus terang saja, saya benar - benar khawatir menjadi pengangguran...

29 Januari 2007

Ideal and Reality

Suatu ketika teman baik saya bertanya, dengan tatapan sinis, lebih baik memilih mana antara bekerja atau mencari uang. Saya terus terang terkejut dan berpikir, bukankah keduanya merupakan hal yang sama?. Saya balas bertanya kembali, apa perbedaan antara keduanya dan memberikan sanggahan bahwa keduanya merupakan satu hal yang sama.

Setelah mendengar ucapan saya, teman baik saya langsung tertawa. Menurutnya ada perbedaan mendasar antara keduanya. Kalau bekerja berarti berkaitan dengan persoalan
status sedangkan mencari uang tidak terkait dengan status. Ia kembali menuturkan kalau persoalan status masih menjadi indikator utama dari kesuksesan seseorang (selain materi tentu saja). Bekerja, memiliki pekerjaan, merupakan satu hal yang berhubungan dengan rutinitas. Mencari uang, tidak terkurung dalam ikatan rutinitas karena sifatnya lebih flexibel (diri kita adalah bos kita sendiri).

Idealnya, seseorang harus memiliki pekerjaan yang baik dan harus sesuai dengan tingkat pendidikannya. Realitanya, jumlah lowongan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja di Jakarta (bukan Indonesia). Idealnya, seorang lulusan perguruan tinggi (S1/S2/S3) harus memiliki pekerjaan yang sesuai dengan "tingkat" edukasi dan sosialnya. Realitanya, jenis lowongan pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan "tuntutan" idealisme tingkatan edukasi seseorang.

Mencari uang, menurut teman saya, bukan merupakan "pekerjaan kantoran" atau terkait dengan rutinitas kerja dan waktu. Kekurangan dari hal ini, menurutnya lagi, seseorang tidak memiliki
status sebagai mana layaknya para karyawan/pekerja kantoran.

Saya berpikir, lantas apa persoalan sebenarnya? bukankah dua hal tadi adalah hal - hal yang baik?. Tetapi ketika saya harus memilih, saya memilih hal pertama. Teman saya yang tersenyum dan mengatakan bahwa saya ternyata orang yang terkurung dalam dunia idealisme.

Well?..saya gak harus menyanggah pernyataan dia kan?..bagi saya, baik bekerja ataupun mencari uang asalkan dilakukan dengan baik, benar dan halal adalah hal yang mulia. Tidak ada yang buruk dari keduanya karena sama - sama menguji batas kemampuan manusia untuk survive.

31 Desember 2006

New Year, The Reborn

31 Desember 2006 bisa jadi menjadi hari yang paling saya benci. Mengapa? sistem telekomunikasi operator GSM saya (TelkomSel) sama sekali tidak dapat berfungsi. Praktis, handphone saya selama satu hari penuh hanya berfungsi sebagai "pager". Membalas SMS dan menelepon tidak dapat saya lakukan melalui handphone saya. Yang aneh adalah, teman - teman saya yang tidak menggunakan operator GSM TelkomSel tidak mengalami hal yang sama seperti saya. Mereka tetap dapat berkomunikasi seperti biasa. Yah, beginilah jika kita menggunakan barang ber-plat merah...memang ia yang terbesar tetapi mengenai pelayanan "tidaklah besar".

Meskipun demikian, saya sangat menantikan pergantian tahun 2006 ke 2007 dengan biasa - biasa saja. Tidak turut larut dalam "euforia komersil", mengikuti tren meniup terompet di jalanan, berkeliling kota dan sebagainya. Bagi saya, hal - hal seperti itu "useless"...tidak ada manfaat sama sekali. Apa yang membedakan malam tahun baru dengan malam biasa? tidak ada...lalu mengapa malam tahun baru harus diberlakukan secara istimewa?

Selamat Tahun Baru 2007...

25 Desember 2006

Natal

Tanggal 25 Desember selalu menjadi hari di mana para umat Kristiani di seluruh dunia merayakan NATAL. Meskipun saya tidak turut merayakan NATAL, saya tetap akan memberikan ucapan selamat merayakan hari NATAL kepada seluruh umat Kristiani di seluruh dunia. Semoga NATAL akan terus membawa rasa damai dan berkah bagi mereka.

Jika saya cermati mengenai NATAL, terdapat keharmonisan dan keselarasan atas tindakan umat Kristiani untuk merayakannya. Mengapa saya mengatakan demikian? saya belum pernah menemukan satu berita atau fakta yang mengungkapkan bahwa jatuhnya perayaan NATAL berbeda. Masih segar dalam ingatan kita, umat Islam "secara rutin" terus mendapatkan persoalan mengenai perbedaan hari raya Idul Fitri. NATAL dan Idul Fitri sama - sama merupakan hari raya sakral bagi masing - masing umatnya.

Saya sudah mendapatkan kalender tahun 2007, dan saya sudah melihat tanggal jatuhnya hari raya Idul Fitri. Okelah, ini biasa bahwa kalender akan selalu memberikan warna merah terhadap hari raya Idul Fitri..apakah nantinya akan terjadi perbedaan kembali? jika iya, lalu mengapa kalender 2007 sudah memiliki tanda atas jatuhnya hari raya Idul Fitri?

..tanya kenapa..


19 Desember 2006

A Kiss To Send Us Off

Meet me here
On November 11th, come alone
Bring your mouth
and selective irreverence
We'll both see stars. Just...
One more tongue kiss before
the sky it falls
out from this cloud we're
hovering on!
A kiss to send us off! A kiss to send us off! A kiss to send us off!
Kill your doubt
With the coldest of weapons; confidence
No more words
Just the sound of resplendent
tongues colliding
One more tongue kiss before
the sky it falls out from this cloud we're
hovering on!
A kiss to send us off! A kiss to send us off! A kiss to send us off!
Here I am
There you are
On the wire connecting our hearts
There's a string, that is tied, to a kite.
There's a storm, in the sky
Now the clouds become electric
There you are
Here I am
Could I...
Have a...
kiss to send us off? A kiss to send us off! A kiss to send us off! A kiss to send us off!

12 Desember 2006

Abracadabra

Ada yang pernah tahu asal kata abracadabra?. Kata yang paling sering diucapkan oleh pesulap?

Well, saya tahu dari mana asal kata tersebut. Ada dua versi asal kata abracadabra. Pertama, kata tersebut berasal dari bahasa ARMAIK yaitu, avra kedabra yang berarti i create as i speak atau dalam terjemahan bebas saya berarti : "terjadi maka terjadilah".
Kedua, berasal dari bahasa HEBREW. Abracadabra berasal dari tiga kata yaitu, Ab (Bapak), Ben (Anak), Ruach (Roh Kudus). Ketiga kata itu dapat kita maknai secara bebas.

Nah, sekarang kita tahu bukan asal kata abracadabra?

16 November 2006

Terorisme, Ideologi atau Psikologi

Judul blog di atas merupakan tema utama dari acara public corner milik Metro TV. Acara tersebut tayang pukul 15:00 WIB. Bagi saya tema tersebut sangat menarik karena terorisme selalu menjadi alasan utama negara - negara Barat untuk memperkuat diri mereka.

Sekilas saya melihat dua narasumber yaitu, seorang Guru Besar di salah satu Universitas di Jakarta dan seorang lainnya merupakan dosen di sebuah Universitas di Aceh. Hal ini jelas membuat saya sedikit heran, mengapa narasumber dari yang dihadirkan Metro TV seperti itu?. Saya berpikir mengapa bukan seorang pakar psikologi, kemiliteran, sosiologi atau bahkan seorang intelijen?. Okelah, awalnya saya bisa menerimanya karena kedua narasumber tersebut merupakan orang - orang akademik.

20 menit saya menyaksikan siaran tersebut, saya sudah mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kedua narasumber memberikan penjelasan, yang menurut saya, sangat tidak terarah dan bodoh. Ketika host acara tersebut bertanya mengenai kasus bom di Mal Kramat Jati, sang Guru Besar hanya menjawab : "itu hanya murni orang sakit jiwa". Eh? hanya segitu kualitas intelektual beliau?. Saya mengharapkan ada penjelasan ilmiah secara sosial, kejiwaan atau apapun bentuknya dengan jelas, bukan sekedar "itu hanya murni orang sakit jiwa".

10 menit kemudian, kedua narasumber semakin tidak beres. Sang dosen mengungkapkan bahwa teroris dapat ditanggulangi dengan jalan mengadakan negosiasi, gencatan senjata dan komunikasi. Ini pernyataan yang sangat bodoh. Alasan saya adalah, terorisme merupakan satu bentuk ancaman keamanan baru. Terorisme tidak memiliki bentuk nyata seperti halnya sebuah negara dan sifatnya hanya berkelompok. Kalau saya mengaitkan dengan pernyataan sang dosen, bagaimana kita dapat melakukan negosiasi, gencatan senjata, dan komunikasi?

Al-Qaeda yang dicap oleh dunia sebagai organisasi teroris terbesar utama saja, dalam melakukan komunikasi hanya melalui rekaman video yang kemudian mereka kirim agar dapat tersiar di stasiun - stasiun televisi. Saya sama sekali tidak pernah menyaksikan, melalui siaran berita, Osama bin Laden bertatap muka dengan pejabat negara untuk melakukan negosiasi. BODOH BUKAN?

Kejadian yang paling aneh lagi adalah, sang Guru Besar justru sepakat atas pernyataan sang dosen. Saya lantas berpikir, dari mana beliau mendapatkan gelar Guru Besar...

Ketika host mengajukan sebuah pertanyaan apakah terorisme merupakan ideologi atau psikologi, sang Guru Besar malah memaparkan tesis Samuel Huntington (Clash of Civilization). Beliau dengan penuh rasa percaya diri mengungkapkan bahwa terorisme muncul setelah Perang Dingin bla...bla...bla. Hell! pertanyaan host sama sekali tidak beliau jawab, dan ketika pada akhir acara sang Guru Besar ini menutupnya dengan kesimpulan bahwa manusia itu berperilaku diatur oleh keyakinannya dengan demikian terorisme merupakan gejala psikologis. Maaf pak Guru Besar, kesimpulan dangkal seperti itu bisa juga dilakukan oleh siswa SMA, anda itu Guru Besar yang semestinya bisa lebih cermat melakukan analisa.

Setelah saya menyaksikan acara tersebut, saya heran harus bagaimana bersikap. Apakah saya harus tertawa atau justru geleng-geleng kepala?. Akhirnya saya memilih untuk tertawa saja, dan berharap Metro TV untuk acara - acara selanjutnya lebih cermat dalam memilih narasumber.

Pesan saya untuk sang Dosen dan Guru Besar, semoga anda berdua dapat lebih belajar dan mencermati lebih dalam mengenai situasi internasional, konsep terorisme, dan konsep psikologis manusia.

Ampun...andai saya menjadi mahasiswa bapak - bapak sekalian, saya akan sangat kecewa.

Does How You Dress and Look Impact Your Career? Sadly, Yes

Ada artikel bagus tentang istilah : DRESS FOR SUCCESS.. : Years ago I worked on the shop floor of a manufacturing plant. I had worked my w...