14 Juli 2006

Dunia Pantasi...

Hari Kamis(13/07/06) saya mengantar sepupu saya --dari jogjakarta-- mengunjungi "amusement park" di Ancol, Dunia Fantasi. Saya tiba di lokasi parkir Dunia Fantasi tepat pukul 11:00 WIB dan langsung menuju gedung Spektra --loket penjualan tiket masuk--. Betapa terkejutnya saya ketika melihat harga tiket yang dijual oleh pihak pengelola, 85 ribu rupiah per orang!!. Sinting...saya benar - benar terkejut, seingat saya terakhir saya ke Dunia Fantasi adalah akhir bulan Juni dan harga masih pada level 75 ribu rupiah...akhirnya demi sepupu saya rela mengeluarkan uang sebesar 255 ribu rupiah.

Setelah it
u kami berjalan menuju pintu masuk Dunia Fantasi yang tidak jauh dari lokasi pembelian tiket. So far so good...hingga pintu masuk keadaan tidak padat sama sekali dan sesampainya di dalam area Dunia Fantasi keadaanpun tidak begitu ramai. Shit. Saya terkejut melihat antrian wahana "Meteor Attack"...sangat panjang dan panjang --sungguh sayang saya tidak membawa serta digicam--, yang saya tahu pasti, saya mulai mengantri tepat pukul 11:30 WIB dan baru dapat mencoba wahana tersebut pukul 12:45 WIB...and guess what? "Meteor Attack" hanya berdurasi 10 menit --seperti ejakulasi dini saja-- mengantri lebih dari satu jam.

Target kedua adalah wahana "Perang Bintang". Shit. Antrian benar - benar panjang. Time passing by...dan shit, wahana tersebut berdurasi 10 menit tapi lebih seru karena saya dan dua sepupu saya melakukan pertandingan skor --for your information, my score is 22300--. Target ketiga kami menuju "Halilintar" JetCoaster versi Indonesia dan Shit...kami gagal mencobanya karena antrian sangat keterlaluan teramat panjang.

Akhirnya saya mendapatkan akal bagaimana menghibur sepupu saya. Saya ajak mereka untuk menikmati permainan - permainan serba "adu" di dekat lokasi wahana "Meteor Attack". Bermodalkan 100 ribu rupiah, kami bisa mencoba berbagai macam permainan. Mulai dari "lempar kaleng", "balap kuda", "balap mobil", "balap katak", "balap balon udara", "bola keranjang", dan "senapan bola". Saya melihat sepupu - sepupu saya sangat puas menikmatinya. "Kayak pasar malem di Jogja ya mas.." kata Ninda --sepupu saya yang perempuan--.

Setelah berputar - putar dan menikmati wahana "wajib" Istana Boneka, tepat pukul 18:00 WIB kami pulang dan seperti biasanya Jakarta pasti macet pada jam - jam tersebut...sampai di tanah kusir pukul 21:23 WIB.

===
Saya bersyukur bahwa DKI Jakarta memiliki tempat rekreasi keluarga. Memang benar bahwa keberadaan tempat - tempat hiburan/rekreasi akan membantu menghilangkan kepenatan karena kesibukan sehari - hari...tapi pikiran saya tidak tertuju ke situ.

DUFAN merupakan tempat marjinalisasi kelas masyarakat DKI Jakarta.

Harga tiket 85 ribu rupiah? sudah dapat ditebak dari kelas masyarakat apa yang mampu untuk menikmati "amusement park" DUFAN. Saya selalu memperhatikan orang - orang yang berada di dalam area DUFAN, semua rapi, bersih dan berpenampilan sangat bagus...memperlihatkan bahwa orang - orang kelas "middle-up" dan "up". Pertanda apakah ini? bagaimana mungkin fasilitas hiburan seperti DUFAN hanya bisa dinikmati oleh kelas masyarakat tertentu?.

Tiap sudut sangat sulit untuk "mencari" pengunjung --yang menurut saya-- dari kelas "middle-low" dan "low". Saya pastikan bahwa kelas yang saya cari tersebut dapat dihitung dengan jari, dan mereka lebih banyak menggelar tikar lalu makan bersama daripada mengantri untuk mencoba wahana tertentu. DUPAN...DUPAN!!, itu kata yang saya dengar dari seorang anak kepada bapaknya dan terkadang sebaliknya. Saya terkekeh dalam hati...karena saya ingat lelucon huruf "F" yang diganti dengan huruf "P" pada setiap kalimat berbahasa Indonesia/Inggris. Lelucon yang selalu saya targetkan ke teman saya, Mbak Yuni, karena beliau tampaknya memiliki kebiasaan F=P...huahaha.

85 ribu rupiah...bayangkan apabila satu keluarga berjumlah 5 orang maka membutuhkan 425 ribu rupiah. Dengan uang sebegitu besarnya...tidak sebanding dengan tingkat kenyamanan DUFAN, terutama dalam mengantri. Mengapa pihak pengelola tidak tanggap dengan fenomena kenaikan pengunjung tiap tahunnya?? saya merasa bahwa DUFAN sudah semakin kecil dan wahananya hanya itu - itu saja.

Saya tidak tahu apakah ada orang yang sepakat dengan pendapat saya mengenai marjinalisasi kelas masyarakat oleh DUFAN. Tetapi hal tersebut dapat dilihat dengan mata kepala sendiri. Datang, Lihat, Cermati dan Analisa.

DUPAN OH...DUPAN...

1 komentar:

AryaNst mengatakan...

Vin... gua lebih tertarik menghitung jumlah "shit" yang lu tebar di entry ini, hehe...

Ah, gila lu Vin? 85 rebu? Mahal banget ya? Tapi ya mau gimana lagi? Dufan itu kan produk Kapitalis, mana peduli mereka dengan lower class. Disubsidi juga gak mungkin. Wong subsidi BBM aja dicabutin, masa mau dialihin ke subsidi Dupan, hehe...

Yang pasti sih, DUPAN bisa jual tiket semahal itu karena dia monopoli. Coba ada saingan, IndoDisney gitu, pasti langsung banting harga =D

Soal datang dan buktikan, hehe... gak bisa euy Vin, kemahalan, 85 ribu getoooh =)

Does How You Dress and Look Impact Your Career? Sadly, Yes

Ada artikel bagus tentang istilah : DRESS FOR SUCCESS.. : Years ago I worked on the shop floor of a manufacturing plant. I had worked my w...