12 Juli 2005

Gaming Console

Heaven Or Hell ...

Perkembangan dunia game terutama computer dan console game sudah melewati ‘ambang’ kewajaran. Jika kita ingat pada tahun 1985 ketika console game pertama yang menggunakan teknologi 8-bit muncul yakni Nintendo Entertainment System (selanjutnya kita sebut NES) mendominasi dunia dalam kurun waktu yang lama. Pada saat itu, perkembangan game masih berada pada software development yaitu perkembangan perangkat lunaknya seperti munculnya berbagai macam genre dan title Nintendo cartridge yang terus menerus dilempar ke pasaran.

Teknologi yang pada saat itu sudah terbilang canggih, lagi – lagi harus tunduk kepada hukum alam (siapa kuat dialah yang bertahan) pada kisaran tahun 1990 muncul console baru SEGA MEGA DRIVE yang menggunakan teknologi 16-bit. Sudah jelas teknologi tersebut mampu memberikan pengalaman baru dalam bermain game dan tampilan grafis yang sangat jauh lebih baik dibandingkan dengan NES.

Pada periode tahun 1990-an inilah perkembangan console game dan pengembangan software mulai terlihat lebih ‘ganas’ dan ‘liar’. Nintendo sebagai penguasa pasar console game sejak tahun 1985 tidak tinggal diam dan kemudian melempar ke pasaran console 16-bit mereka ke pasaran dengan brand Super Nintendo Entertainment System (selanjutnya kita sebut Super NES) pada tahun 1991. Pertarungan merebut pasar antara SEGA vs Super NES pada periode waktu tersebut sangat menarik, mulai dari perang iklan, perang title game dan perang game eksklusif (maksudnya adalah game yang hanya dirilis pada satu console tertentu saja dan tidak akan dirilis pada console saingannya).

Perang antar console tersebut berlangsung cukup lama dan menguasai ‘isi’ dari majalah game dunia, meskipun pada kurun waktu tersebut banyak perusahaan yang meluncurkan console system mereka masing – masing. Jika masih ingat pada saat itu juga muncul diantaranya, console NEC TurboGrafx 16-bit tahun 1989, Atari Lynx (console portable berwarna pertama dari Atari) tahun 1989 dan NEO – GEO tahun 1990. Tapi yang menjadikannya menarik adalah dari sekian banyak console baru yang muncul mengapa dunia sepertinya terhipnotis oleh perang antara SEGA vs Super NES?. Satu alasan yang mungkin dapat memberikan jawaban pasti adalah pengembangan software yang didukung dengan promosi yang baik, kita ambil contoh kasus kegagalan ATARI Lynx. Pada tahun 1989 merupakan inovasi besar ketika ATARI meluncurkan game portable pertama yang berwarna, namun karena manajemen yang tidak baik dimana sempat terjadi kekurangan barang dipasaran sehingga pada saat musim liburan di Amerika tiba, produk ini tidak sanggup memenuhi keinginan pasar dan hanya Nintendo dan SEGA yang mampu memenuhi kebutuhan pasar. Seperti dapat ditebak, perang Nintendo dan SEGA terus berlanjut.

SEGA yang menggebrak dunia dengan Sonic The HedgeHog-nya membuat Mario Bros dari Nintendo harus bekerja keras dengan terus mengeluarkan sekuel (lanjutannya) demi menyaingi SEGA dengan Sonic-nya tersebut. Inilah titik menarik dari perang mereka, SEGA dan Nintendo mempunyai satu ikon yang dijadikan simbol peperangan mereka. SEGA dan Nintendo mempunyai simbol kuat yang bisa dijadikan sebagai satu simbol nyata peperangan mereka. Munculnya film kartun Sonic The HedgeHog dan film kartun Mario Bros memperlihatkan betapa kerasnya pertarungan mereka.

Kembali kepada perkembangan console tadi, masih pada periode tahun 90-an pengembangan console mulai memasuki 32-bit dan mulai diperkenalkan penggunan Compact Disc (CD) sebagai media gamenya, tidak lagi menggunakan cartridge. Babak baru dalam dunia game telah dimulai. SEGA Saturn dilempar kepasaran pada tahun 1995 dengan ikon utamanya adalah Virtua Fighter (sering dijumpai pada mesin – mesin arcade), yang menarik adalah vakumnya Nintendo dalam meladeni rivalnya ini Nintendo masih bertahan dengan Super NES-nya dan lebih fokus pada pengembangan softwarenya, judul game StarFox (yang memperlihatkan kehandalan 3D dari Super NES) sempat menjadi primadona dan menjadi obat kekecewaan dari para fans Nintendo karena Nintendo tidak ikut meluncurkan console baru mereka. Perusahaan lain asal Jepang, SONY mencoba untuk terjun dalam dunia console game dengan SONY Playstation-nya pada tahun 1994, orang awam akan berpikir --- SONY? Mengapa mereka berani terjun di dunia console yang pada saat itu masih menjadi daerahnya SEGA dan Nintendo? Apakah SONY akan berhasil? --- jawaban tersebut sudah didapat dengan jelas saat ini. Philips juga mengeluarkan console mereka Philips CD-i pada tahun 1994 dan 3DO pada tahun 1993. Kesemuanya diperkenalkan secara bersamaan pada event terbesar dunia game, Electronic Gaming Expo di Amerika Serikat.

Ketika periode 32-bit baru saja menjadi primadona dunia game, pada tahun 1993 ATARI melakukan langkah yang lebih maju. Dengan meluncurkan ATARI JAGUAR yang memiliki teknologi 64-bit, yang menurut saya merupakan satu langkah keliru. Bagaimana mungkin ATARI dapat bersaing apabila iklim teknologi saat itu masih hot di area 32-bit? Menurut saya langkah ATARI terlalu cepat, dan terbukti ATARI JAGUAR tidak bertahan lama. Tapi munculnya sistem console ini ditanggapi serius oleh pihak Nintendo, yang akhirnya meluncurkan Nintendo 64 pada tahun 1999 atau yang lebih dikenal dengan N64. Terbiasanya para gamer dengan media CD (sejak era 32-bit dimulai) tidak membuat Nintendo bergeming, Nintendo tetap mengeluarkan console N64-nya dengan media cartridge. Dari pantauan berbagai situs gamer luar negeri, keputusan Nintendo untuk tetap menggunakan cartridge membuat gemas para Nintendo gamer, selain karena harganya lebih mahal, tren serba sederhana saat itu sedang naik daun karena media game CD mulai diperkenalkan melalui SEGA Saturn dan SONY PlayStation, tapi pihak Nintendo beranggapan bahwa dengan menggunakan cartridge maka gamer tidak akan diganggu oleh loading time suatu game. N64 juga console pertama yang memperkenalkan port controller sebanyak 4 buah yang artinya dapat dimainkan oleh 4 pemain sekaligus.

Lagi – lagi, SEGA tidak tinggal diam dengan memperkenalkan SEGA DreamCast tahun 1999. SONY PlayStation seperti tenggelam dalam persaingan SEGA vs Nintendo. Langkah diam yang diambil oleh SONY dan lebih memperkuat kerjasama dengan pihak pengembang game menurut saya merupakan langkah yang sangat tepat, SONY pada saat itu lebih memfokuskan pada playability (tingkat keasyikan bermain) dibandingkan pada sisi grafisnya. DreamCast dan N64 memiliki sisi grafis yang terbaik saat itu dan bukan berarti dua perusahaan tersebut mengenyampingkan sisi playability-nya tetapi mereka mungkin melupakan satu faktor penting, yakni para pengguna console. Dengan ‘rutin’nya dua perusahaan tersebut meluncurkan console baru dengan teknologi lebih baru, perang iklan dan perang game eksklusif berarti terjadi pembengkakan biaya yang harus dikeluarkan oleh para gamer untuk dapat ‘mencicipi’ teknologi dari console tersebut dan ini dapat membuat para gamer dengan dana cekak kebingungan. Saya menganalisis bahwa SONY melihat kekurangan ini sebagai satu peluang besar menerobos kelengahan SEGA dan Nintendo dalam mengantisipasi PlayStation sebagai satu gaming console baru, dan terbukti SONY PlayStation seperti dinobatkan sebagai ‘pemenang’ dalam perang console meski mereka sendiri tidak pernah secara sengaja terjun dalam peperangan seperti halnya SEGA dan Nintendo.

Kelanjutannya sudah dapat ditebak, SONY PlayStation merajai dunia console game dan SEGA DreamCast akhirnya runtuh yang menyebabkan perusahaan SEGA tidak lagi memproduksi game console dan hanya berkonsentrasi pada pengembangan software saja. Nintendo masih terbilang bertahan dengan N64-nya. Yang menarik dilihat adalah periode bertahannya era 64-bit tidaklah lama, tidak seperti pada era NES 8-Bit yang merajai 5 tahun lebih.

Secara tidak disadari, perkembangan semi konduktor dan elektronik dunia semakin terlihat ‘liar’. SONY akhirnya meluncurkan gaming console baru mereka yang diberi nama PlayStation 2 pada tahun 2000 namun yang paling menarik adalah Microsoft Inc satu perusahaan software terbesar di dunia turut terjun kedalam persaingan game console ini dengan membawa XBOX-nya pada tahun 2001 dan Nintendo yang sepertinya masih belum sudi gelarnya sebagai bapak dari dunia game (berkat NES) direbut oleh SONY dengan PlayStation-nya turut meluncurkan Nintendo GameCube pada tahun yang sama. Ketika produk-produk tersebut secara bersamaan dipamerkan pada event Electronic Gaming Expo, kemampuan ketiga console tersebut disertai decak kagum para gamer mania di seluruh dunia. Keinginan para gamer untuk mendapatkan kualitas grafis yang realistis mulai terlihat, grafis tidak dapat dipungkiri merupakan satu kebutuhan utama dari para gamer console.

Lagi – lagi perang console terjadi demi merebut pasar, tapi kali ini penulis melihat bahwa tingkat pengembangan software lebih mendominasi dibandingkan tingkat pertumbuhan jenis console baru di pasaran. Tampaknya strategi SONY untuk memperkuat jaringan kerjasama dengan pengembang software, dilakukan oleh Microsoft Inc dan Nintendo.

Hingga kini masing – masing console memiliki penggemar setianya, PlayStation2 yang terjual sebanyak 89 juta unit diseluruh dunia lebih populer dibandingkan XBOX dan Nintendo GameCube. Segmentasi software game juga memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan kepopuleran suatu console game. Lihat saja game eksklusif Resident Evil Zero yang dikhususkan untuk Nintendo GameCube, tentu saja para fans berat software tersebut akan mempertimbangkan untuk membeli perangkat console tersebut, begitu pula dengan XBOX dan PlayStation2 yang masing – masing juga memiliki game eksklusif (XBOX dengan HALO dan PlayStation2 dengan Gran Turismo dan RPG seri Final Fantasy).

Pada pertengahan tahun 2005 ini, tepatnya tanggal 18 – 20 Mei 2005 Electronic Gaming Expo digelar di Los Angeles Convention Center California yang tanpa disadari, era teknologi PS2, XBOX dan GameCube mulai terlihat ujungnya. Tepatnya bulan Mei 2005 dari berbagai situs game di internet, disebutkan bahwa akan diluncurkan PlayStation 3 sebagai kelanjutan PlayStation 2, XBOX 360 sebagai kelanjutan XBOX dan Nintendo Revolution sebagai kelanjutan dari Nintendo GameCube. Kemampuan unik dari masing – masing console yang membuat para gamer mania harus berdecak kagum sekali lagi, mulai dari kecepatan prosesor menembus angka 4Ghz, chipset grafis prototipe milik ATi Radeon dan kapabilitas wireless. Pertempuran console game tidak akan berakhir, menurut saya. Apa yang akan muncul setelah era PS3, XBOX 360 dan Nintendo Revolution berakhir? Sampai kapan perkembangan console tersebut akan berhenti? Saya pikir jawabannya ada pada teknologi, selagi para ahli terus menggali teknologi maka evolusi akan terus terjadi hingga tak terhitung kapan batas akhir waktunya. Inilah mengapa pada awal tulisan saya ini, saya menyebutkan perkembangan console game sudah diluar batas kewajaran. Hampir tiap tahun terjadi perubahan – perubahan akan kecanggihan teknologi yang siap untuk diimplementasikan pada tiap – tiap perangkat komputer, rumah tangga dan sebagainya. Gordon Moore, pendiri perusahaan Intel mengeluarkan Hukum Moore yang menyebutkan bahwa tiap dua tahun jumlah transistor dalam suatu chip akan bertambah dua kali lipat, dan memang hal itu terbukti. Jika sudah begini, apakah para gamer itu hanya memenuhi kebutuhan akan hiburan, memenuhi kebutuhan haus teknologi atau memang diarahkan menjadi manusia yang kecanduan teknologi? Tingkat kepuasan manusia memang sulit untuk diukur.

1 komentar:

AryaNst mengatakan...

Huahaha...! Hidup Gaming! Wiiihhh, lu ngomongin PS3 jadi ngiler gua... Gimana kalo lu coba bahas perkembangan game PC juga Vin? Tentu saja yang dibahas antara lain bagaimana ATi dan NVIDIA saling jor-joran mengeluarkan kartu grafis yang paling mumpuni untuk menampilkan game2 3D. Tapi mungkin bisa juga sekalian ngebahas persaingan intel vs AMD? Siapa tahu... Hayo Vin, bikin artikelnya...!

Does How You Dress and Look Impact Your Career? Sadly, Yes

Ada artikel bagus tentang istilah : DRESS FOR SUCCESS.. : Years ago I worked on the shop floor of a manufacturing plant. I had worked my w...